Makalah
ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah :
STUDY
HADITS
Dosen
pengampu :
AWAL
MU’MIN, M.H
Oleh
:
AHMAD
MUSLICH
AHMAD
ZULFA BILHAQ.
FAUZI
PROGRAM
STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM HASANUDDIN
( IAIH )
PARE KEDIRI
2023
Puji dan syukur yang tak terhingga penyusun panjatkan kehadirat Allah Swt ,
atas berkah, rahmat, karunia dan hidayah-Nya akhirnya penyusun dapat
menyelesaikan makalah ini.
Adapun tujuan disusunnya makalah ini adalah sebagai salah satu tugas yang harus ditempuh oleh setiap mahasiswa/mahasiswi
dalam melaksanakan studi di tingkat perkuliahan semester I. Adapun judul yang penyusun buat didalam makalah ini adalah mengenai “ Study Hadits “.
Dalam proses penyusunan makalah ini,
penyusun banyak mendapatkan bantuan, dukungan, serta do’a dari berbagai pihak,
oleh karena itu kami mengucapkan terima kasih dengan penuh rasa hormat kepada
Bapak Ketua IAI HASANUDDIN :
Umar Faizi,
M.Pd.I dan Dosen
Pengampu “Awal Mu’min, M. H serta rekan-rekan mahasiswa yang turut memberikan
dorongan motivasi, hingga terselesaikannya makalah ini.
Sangatlah disadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan didalam
penyusunannya dan jauh dari kesempurnaan, untuk itu penyusun mengharapkan
masukan baik saran maupun kritik yang kiranya dapat membangun dari para
pembaca. Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kami khususnya dan bagi kita semua.
Pare,20 Oktober 2023
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.. ......................................................................................... ii
DAFTAR ISI......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................... 1
A. LATAR
BELAKANG MASALAH............................................................. 1
B. RUMUSAN
MASALAH .............................................................................. 1
C. TUJUAN
MASALAH ................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian takhrij ............................................................................................... 2
B. Tujuan dan manfaat takhrij ................................................................................ 2
C. Kitab-kitab takhrij
hadits ................................................................................... 3
D. Metode
takhrij.................................................................................................... .4
1. Dengan cara mengetahui persi pertama
(tertinggi)...................................... 4
2. Dengan cara mengetahui Lafadz
Hadits.................................................... 5
3. Dengan cara mengetahui awal lafadz matan
hadits..................................... 6
4. Dengan cara mengetahui topik hadits.......................................................... 7
5. Dengan cara mengetahui keadaan matan dan
sanad .................................. 8
BAB III KESIMPULAN
A. KESIMPULAN. ................................................................................................ 9
DAFTAR RUJUKAN. ......................................................................................... 10
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Para ulama dahulu mereka belum ada kebutuhan
terhadap ilmu hadits, kaidah dan ushul-ushul lainnya yang kini disebut dengan
‘Ilmu Takhrij’, sebab tela’ah mereka terhadap sumber-sumber sunnah sangat luas,
kontak mereka dengan sumber-sumber ahli hadits sangat kuat, ketika mereka
memerlukan bukti-bukti, penguatan suatu hadits mereka ingat akan letaknya pada
suatu kitab sunnah bahkan hafal terhadap semua kitab-kitab beserta isinya,
karena itu mudah bagi mereka untuk memantafkannya dalam mentakhrij hadits. Namun
hal demikian hanya berlangsung dalam beberapa abad saja, sampai terbatasnya
waktu bagi para ulama selanjutnya untuk menelaah kitab-kitab sunnah dari
sumber-sumbernya yang asli, sehingga mereka mengalami kesulitan mengetahui
letak-letak hadits yang dijadikan sebagai penguat oleh para pengarang Ilmu-Ilmu
Syar’I dan ilmu lainnya.
B. Rumusan
Masalah
1. Apa
pengertian takhrij hadits ?
2. Apa
tujuan dan manfaat takhrij ?
3. Sebutkan
kitab-kitab takhrij hadits ?
4. Bagaimana
metode takhrij ?
C. Tujuan
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka
perlu untuk dilakukan kajian-kajian atau pembahasan tentang masalah yang
terkait dengan ‘Takhrij Hadits’ dengan tujuan :
1. Dapat
mengetahui pengertian takhrij hadits
2. Dapat
mengetahui tujuan dan manfaat takhrij
3. Dapat
menyebutkan kitb-kitab takhrij
4. Dapat
mengetahui metode takhrij
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Takhrij
Hadits
1. Menurut
etimologi
Kata
“Takhrij” diambil dari akar kata “Kharaja” yang berarti “Dzuhur”, “Buruz” (nampak) kemudian kata “Takhrij”
ini mempunyai beberapa arti diantaranya : Pengarahan (Taujih), seperti kalimat artinya memberikan pengarahan dan penjelasan. Bertemunya
dua hal yang berlawanan seperti kalimat : artinya tahun yang ada musim subur
dan paceklik. Istinbath (pengambilan hukum). Latihan atau mengajarkan (al-tadrib, al-ta’lim) seperti kalimat
: artinya melatihnya dan mengajarkannya. Menampakkan (idbhar, ibroz).
2. Menurut
terminologi
a) Penyebutan terhadap hadits dalam
kitabnya disertai dengan (penyebutan) sanad-sanadnya (hadits).
b) Pengeluaran si
penyusun terhadap hadits-hadits suatu kitab untuk dirinya dengan (penyebutan)
sanad-sanad untuk dapat bertemu dia dengan penyusun asal (pertama) baik sebagai
gurunya maupun sebagai seniornya.
c) Menyambungkan hadits-hadits
kepada para ulama yang telah mengeluarkan dalam kitabnya serta memberikan
penjelasan hukum-hukumnya (hadits-haditsnya).
d) Pengeluaran seorang
muhaddits terhadap hadits-hadits dari sumber-sumber, guru-guru, dan sebangsa
dengan memberi penjelasan hukum-hukumnya, serta menyambungkan kepada yang telah
mentakhrijnya dari para pengarang kitab-kitab tersebut.[1]
B. Tujuan dan
Manfaat Takhrij
1. Tujuan
Takhrij
Takhrij hadist bertujuan mengetahui sumber asal hadis yang di takhrij. Tujuan
lainnya adalah mengetahui di tolak atau diterimanya hadist-hadist tersebut.
Dengan cara ini, kita akan mengetahui hadist-hadist yang pengutipannya
memerhatikan kaidah-kaidah ulumul hadist yang berlaku sehingga hadist tersebut
menjadi jelas, baik asal-usul maupun kualitasnya.
2. Adapun
faedah takhrij hadis antara lain :
a)
Dapat
di ketahui banyak – sedikitnya jalur periwayatan suatu hadist yang sedang
menjadi topik kajian.
b)
Dapat
di ketahui kuat tidaknya periwayatan akan menambah kekuatan riwayat.
Sebaliknya, tanpa dukungan periwayatan lain, kekuatan periwayatan tidak
bertambah.
c)
Dapat
di temukan status hadist shahih li dzatihi atau shahih li ghairih, hasan li
dzatih, atau hasan li ghairih. Demikian juga akan dapat di ketahui istilah
hadist mutawatir, masyhur, aziz, dan gharibnya.
d)
Memberikan
kemudahan bagi orang yang hendak mengamalkan setelah mengetahui bahwa
hadist tersebut adalah makbul (dapat di terima). Sebaliknya, orang tidak akan
mengamalkannya apabila mengetahui bahwa hadist tersebut tidak dapat diterima
(mardud).
e)
Menguatkan
keyakinan bahwa suatu hadist adalah benar – benar berasal dari Rasulullah SAW.
Yang harus di ikuti karena adanya bukti – bukti yang kuat tentang kebenaran
hadist tersebut, baik dari segi sanad maupun matan.
C. Kitab-Kitab
Takhrij Hadits
“Kutub At-Takhrij” (buku-buku takhrij),
diantaranya adalah :
1. Takhrij Ahaadits
Al-Muhadzdzab; karya Muhammad bin Musa Al-Hazimi Asy-Syafi’I (wafat 548 H).
Kitab Al-Muhadzdzab ini adalah kitab mengenai fiqih madzhab Asy-Syafi’I karya
Abu Ishaq Asy-Syairazi.
2. Takhrij Ahaadits
Al-Mukhtashar Al-Kabir li Ibni Al-Hajib; karya Muhammad bin Ahmad Abdul-Hadi
Al-Maqdisi (wafat 744 H)
3. Nashbur-Rayah li Ahaadits
Al-Hidyah li Al-Marghinani; karya Abdullah bin Yusuf Az-Zaila’I (wafat 762 H).
4. Takhrij Ahaadits
Al-Kasyaf li Az-Zamakhsyari; karya Al-Hafidh Az-Zaila’I juga. Ibnu Hajar juga
menulis takhrij untuk kitab ini dengan judul Al-Kafi Asy-Syaafi fii Takhrij
Ahaadits Asy-Syaafi.
5. Al-Badrul-Munir fi
Takhrijil-Ahaadits wal-Atsar Al-Waqi’ah fisy-Syarhil-Kabir li Ar-Rafi’I; karya
Umar bin ‘Ali bin Mulaqqin (wafat 804 H).
6. Al-Mughni ‘an Hamlil-Asfaar
fil-Asfaar fii Takhriji maa fil-Ihyaa’ minal-Akhbar; karya Abdurrahman bin
Al-Husain Al-‘Iraqi (wafat tahun 806 H).
7. Takhrij Al-Ahaadits allati
Yusyiiru ilaihat-Tirmidzi fii Kulli Baab; karya Al-Hafidh Al-‘Iraqi juga.
8. At-Talkhiisul-Habiir fii
Takhriji Ahaaditsi Syarh Al-Wajiz Al-Kabir li Ar-Rafi’I; karya Ahmad bin Ali
bin Hajar Al-‘Asqalani (wafat 852 H).
9. Ad-Dirayah fii Takhriji
Ahaaditsil-Hidayah; karya Al-Hafidh Ibnu Hajar juga.
10. Tuhfatur-Rawi fii Takhriji
Ahaaditsil-Baidlawi; karya ‘Abdurrauf Ali Al-Manawi (wafat 1031 H).[2]
D. Metode Takhrij
1.
Dengan cara mengetahui
persi pertama (tertinggi).
Perawi
pertama terkadang datang dari sahabat bila hadits itu muttashil, terkadang dari
tabi’in bila hadits itu mursal setelah kita mengetahui perawi pertama dalam
hadits, baru bisa kita men-takhrijnya dengan melihat kepada kitab-kitab yang
bermetode ini sebagai penunjang, yaitu:
a. Kitab-kitab
Al-Athrof
Dalam
kitab-kitab Al-Athrof ini biasanya pengarang menyusun berdasarkan musnad para
sahabat, disusun nama-nama mereka sesuai dengan urutan huruf mu’jam sedikit
sekali penyusun yang berdasarkan huruf-huruf yang dikaitkan dengan permulaan
matan seperti yang dilakukan oleh Al-hafidz, Samsudin Abu Al-Fadl, Muhammad bin
Thahir bin Ahmad Al-Maqdisy, dikenal dengan Ibnu Al-Qaisarany (w. 507 H) pada
kitab “Atha’rab al-Garaid Wa al-Alraf” karangan Darukhutni, ia menyusunnya
berdasarkan mu’jam yang dikaitkan dengan permulaan matan begitu juga al-Hafidz
Muhammad bin Ali bin al-Khusainy bin Hamzah atau dikenal dengan Samsuddin
al-Khusainy (715-765 H) dalam kitab “al-Khasysyafi fi ma’rifat al-athraf”.
b. Kitab-kitab
Al-Masyanid
Muhammad
Abd al-Muhdi Abd al-Qadir menambahkan tentang keistimewaan kitab al-Masyanid,
yaitu :
1) Disusun secara urutan
para perawi sahabat atau tabi’in bila mursal.
2) Penyusunan para
sahabat ada yang berdasarkan masukannya mereka kepada Islam, ada juga yang
berdasarkan kepada khabilah.
3) Hadits-hadits yang
diriwayatkan di bawah para sahabat tidak tersusun secara rapi dalam arti
berserakan, dimaksudksn hanya untuk menjaga keutuhannya saja.
4) Hadits-haditsnya
tidak ada dalam kesatuan tingkatan baik itu shahih, hasan, dha’if, tapi
dihimpunnya diantara shhih, hasan, dan dha’if.
5) Tidak menghimpun
semua para perawi, tapi dihimpunnya sebagian berdasarkan sejumlah besar sahabat
sebagian lagi berdasarkan sahabat yang memiliki sifat-sifat tertentu.
c. Kitab-kitab
al-ma’ajim
Biasanya
penyusun nama-nama tersebut berdasarkan huruf-huruf ensiklopedi, yang
menjadi perhatian kita di sini adalah mu’ujam yang di susun berdasarkan musnad
pada sahabat saja. Mu’jum terkenal, yaitu :
1) Al-mu’jam al-kabir,Al-mu’jam
al-ausath dan al-soghir Abu Al-Qosim sulaiman bin Ahmad at-Thabrani
(w 360 H).
2) Al- mu’jam
al-shohabah-Ahmad bin Ali al-Hamadani (w. 394 H).
3) Al-Mu’jam al-Shohahah-Ahmad
bin Ali al-Mushili (w. 307 H)
Kelebihan
dan kelemahan metode pertama (perawi tertinggi)
Kelebihannya, yaitu :
a) Cepat menemukan karena
pengarang menyebutkan orang-orang yang mentakhrij hadits tersebut dan kitabnya
sehingga tidak menemukan waktu.
b) Bisa membandingkan antara
sanad-sanad yang ada.
Kelemahannya,
yaitu :
a) Hanya dipakai setelah
mengetahui rawi tertinggi.
b) Susunan hadits dibawah
perawi merupakan susunan yang banyak, sulit menemukan hadits yang kita maksud
karena hadits-haditsnya disusun berdasar kepada metode yang tidak dapat
memperdekat. Seperti halnya kitab (Tuhfat Al-Asyraf) hadits- haditsnya disusun
berdasar perawi-perawi yang memperjauh apa yang dimaksud.
2. Dengan
cara mengetahui Lafadz Hadits
Yaitu
mengetahui terdahulu satu lafadz dan hadits yang dimaksud baik itu berupa kata
benda atau kata kerja terkecuali berupa kata bantu (huruf). Para pengarang
kitab bermetode ini memfokuskan kepada lafadz-lafadz yang jarang digunakan
(al-gharib).
Kitab-kitab yang terkenal dalam metode ini:
a) Al-mu’jam al-mufahras li
al-fadzil hadits an-nabawi karangan orientalis Dr.A.J.Weinsik wafat 1939 H.
b) Fahras shahih muslim
karangan syekh Muhammad fuad Abdul Baiq
c) Fahras sunan Abi Daud
karangan ibnu Al-Bayuni yang sebagian lagi buku tersebut disyarahkan oleh
Muhammad khitab al-syubki.
Kelebihan dan kelemahan Al-mu’jam
al-mufahras
Kelebihannya,
yaitu:
a) Cepat sampai kepada hadits
yang di maksud,karna pengarang menentukan letak hadits yang ada dalam kitab
dengan menyebutkan kitab, bab, dan halamannya.
b) Dengan hanya mengetahui
bagian dari hadits (lafadznya) bisa sampai kepada hadits yang di maksud.
Kelemahannya,
yaitu :
a) Pemakainya harus mahir
dalam seluk beluk bahasa arab supanya mengetahui akar kata-kata dari suatu
kalimat. Seperti mencari lafadz muta’ammi dan tentunya harus di cari dari akar
kata amida.
b) Tidak menyebutkan hadits
para sahabat tapi hanya menyebutkan hadits dari setiap sahabat yang tentunya
harus merujuk kembali kepada tempat-tempat letak hadits tersebut yang
sahabatnya sudah pasti.
c) Dengan suatu kalimat
terkadang tidak di ketemukan. Meski demikian tetap itu menjadi kelebihannya.
3. Dengan
cara mengetahui awal lafadz matan hadits
Metode ini digunakan ketika telah mengetahui
kata-kata pertama dalam matan hadits karena tanpa hal itu kita akan kehilangan
banyak waktu. Kitab-kitab yang bermetode ini hadits-haditsnya tersusun menurut
urutan huruf hijaiyah dari huruf alif dan seterusnya.
Kitab-kitab
penunjangnya antara lain:
a. Kitab-kitab
yang memuat hadits-hadits terkenal dan beredar luas dari mulut ke mulut.
Kitab-kitab jenis ini banyak sekali seperti yang disebutkan oleh Mahmud Thohan,
diantaranya : Kitab al-Maqasid al-Hasana fi bayanin katsirin minahadits
al-mustahirah ala al-sinah. Karangan, Muhammad bin Abd. Rohman As-Sakhowi (w
902 H).
b. Kitab-kitab
yang memuat hadits yang tersusun berdasarkan urutan mu’jam. Pengarang
menyusunnya dari berbagai sumber dengan membuang sanadnya serta disusun
berdasarkan huruf-huruf ensiklopedi, di antaranya yaitu kitab al-jami’al Shogir
min Hadits al-Bazir an-Nadzir, disusun oleh Jalaluddin Abu al-Fadl ‘Abd.
al-Rahman bin Abu Bakar Muhammad al-Khodiri al-Suyuthi al-Syafi’i. (w. 911 H).
c. Kitab
kunci dan daftar isi yang disusun untuk kitab-kitab tertentu.
Para Ulama Mutaakhirin mengarang kitab ini berdasarkan huruf ensiklopedi,
diantara kitab ini : Miftah al-Tartib liahadits tarikh al-Khatib karangan
Sayyid Ahmad al-Ghomari.
kekurangan
metode ini, adalah :
1) Sedikitpun
jika ingatan kita terhadap awal hadits berubah akan memungkinkan tidak
sampainya kepada yang dituju seperti hadits idza atakum man tardhouna dinahu
wakhulqohu fazaujuhu.
2) Jika
diingatkan hanya lafadz lau atakum, apalagi idza ja’akum maka sangat
menyulitkan pencariannya.
4. Dengan
cara mengetahui topik hadits
Metode ini digunakan setelah memahami topik hadis,karena tidak semua orang
mampu menentukan topic hadis pada lagi pada sebagian hadis yang topiknya
kelihatan tidak jelas. kitab al-iman,kitab tauhid,kitab shalat,kitab
zakat,kitab saum,kitab al-haj.karena topiknya banyak maka harus meliahat dalam
setiap topik metode ini memerlukan kitab-kitab penunjang yang tersusun
berdasarkan bab-bab dan topik, kitab ini hanya sekali sehingga diklasifikasikan
menjadi tiga bagian, yaitu :
a. Kitab
yang muncul semua bab seperti:
1) Al-
jawami
2) Al-
mustakhrojat ala al-jawam
3) Al-mustadrokat
ala al-jawami
4) Al-zawaid
5) Miftah
kunuz as-sunnah
Adapun
cara menunjukkan lafadz hadits dalam kitab-kitab empat belas sebagai berikut:
1) Al-Sunan. Kitab-kitab sunan
terkenal seperti: Sunan Abu Daud karangan sulaiman bin al-asy’at al-syajastani
( w.275 H).
2) Al-Mushonnafat,contonnya:
al-musonnafat bin Abdullah bin Muhammad bin abi syaibah al-kufi (w.235 H)
3) Al-Muwhaththo’at,
contohnya: Al-Muwatho Imam Malik Bin Anas Al-Madani (w.176 H)
4) Al-Mushtakhrojat Alaiha.
Yang dimaksud al-mushtakhrojat pada al-sunnan sebab al mushtakhrojat pada
al-mushonafat dan al-muathoa’at.
Kelemahan
dan kelebihan metode ini, yaitu :
Kelebihannya
: Cukup dengan mengetahui makna hadis, sehingga dapat menyimpulkan topik yang
dimaksud. Metode ini memberikan pendalaman hadis bagi pencarinya sehingga
pembahasan meluas.
Kelemahannya:
Kurang memahami makna hadis tidak bisa menentukan topik makna hadis tersebut
dan terkadang tidak sama dugaan si pencari dengan pendapat pengarang tentang
peletakan dikitab tafsir ternyata ada di kitab maghozi.
5. Dengan
cara mengetahui keadaan matan dan sanad
Metode ini terlebih dahulu memperhatikan keadaan dan sifat-sifat yang terdapat
pada matan atau sanad hadits, kemudian mencari makhrojnya (sumber takhrij)
hadits itu pada kitab-kitab khusus yang mengklasifikasikan semua hadits yang
ada sifat-sifat itu pada matan atau sanad.
a. Tentang
Matan, yaitu :
1) Jika pada matan terdapat
gejala-gejala palsu, maka mentakhrijnya dengan melihat kitab-kitab
al-maudhu’at.
2) Jika hadits al-Qudsi maka
sumber takhrijnya yaitu kitab-kitab yang menhghimpun hadits-hadits qudsi.
b. Tentang
Sanad
Jika
sanadnya mursal maka kitabnya seperti a-marasil karangan Abu Daud Sulaiman bin
Asy’ats al-Sajastani (w. 275 H). jika ada perawi dho’if pada sanad maka
kitab-kitabnya seperti kitab Mizan al-Itidal, karangan Adz-Dzahabi. Jika
sanadnya mutawatir maka kitab-kitabnya yang menghimpun hadits-hadits mutawatir
seperti al-Azhar al-Mutanatsiro al-Khabar al-Mutawatiroh karangan al-suyuthi
atau Nudzum al-Mutanatsiroh.
c. Tentang
matan dan sanad
Terkadang sifat-sifat tersebut terjadi pada matan dan sanad seperti ada
kecacatan dan kesamaran, jika dijumpai hadits seperti ini maka kitab-kitabnya
seperti ‘ilal al-hadits karangan ibnu Abi Hakim al-Razi’ disusun berdasarkan
bab atau kitab al-Asma al-Mubhamah fi al-anba al-muhkhamah karangan Khatib
al-Baghdadi.
Kelemahan atau kelebihan
metode ini, yaitu :
1) Kelebihan, cara ini mudah
sekali mendapatkannya karena kitab-kitab yang menghimpun hadits-hadits yang
mempunyai sifat-sifat tertentu terlalu sedikit.
2) Kelemahan, karena
cakupannya sedikit, maka hadits-hadits yang di takhrijnya sedikit pula.[3]
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kata
“Takhrij” diambil dari akar kata “Kharaja” yang berarti “Dzuhur”, “Buruz” (nampak) kemudian kata
“Takhrij” ini mempunyai beberapa
arti, salah satunya yaitu Istinbath (pengambilan hukum). Takhrij hadist bertujuan mengetahui sumber asal hadis yang di
takhrij, sedangkan salah satu faedahnya adalah Dapat di temukan status hadist
shahih li dzatihi atau shahih li ghairih, hasan li dzatih, atau hasan li
ghairih. Adapun metode dalam mentakhrij hadits adalah : dengan cara
mengetahui persi pertama (tertinggi), dengan cara mengetahui Lafadz Hadits,
dengan cara mengetahui awal lafadz matan hadits, dengan cara mengetahui topik
hadits, dan dengan cara mengetahui keadaan matan dan sanad.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Syauqani, Syamsu. 2011. HADITS DALAM PERSPEKTIF
KEILMUAN. Mataram : LKIM. Hal 65
2.
http://aminah2511.blogspot.com/2016/06/makalah-takhrij-hadits.html. Di akses pada
hari Jum’at tanggal 20 Oktober 2023
3.
Alfiahdkk,2002,Studi Ilmu Hadits kreasi
edukasi, Rindu serumpun,hal. 98
[1] Syauqani, Syamsu. 2011. HADITS DALAM PERSPEKTIF
KEILMUAN. Mataram : LKIM. Hal 65
[2] http://aminah2511.blogspot.com/2016/06/makalah-takhrij-hadits.html.
Di akses pada hari Jum’at tanggal 20 Oktober 2023
[3] Alfiahdkk,2002,Studi
Ilmu Hadits kreasi edukasi, Rindu serumpun,hal. 98