URGENSITAS
STUDI AL QUR’AN
Makalah
ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah :
STUDI
AL QUR’AN
Dosen
pengampu :
MASYKUR,
M.Pd.I
Oleh :
AHMAT MUSLICH
AHMAD ZULFA BILHAQ.
FAUZI
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM
INSTITUT AGAMA
ISLAM HASANUDDIN
( IAIH ) PARE KEDIRI
2023
Puji dan syukur yang tak terhingga penyusun panjatkan kehadirat Allah Swt ,
atas berkah, rahmat, karunia dan hidayah-Nya akhirnya penyusun dapat
menyelesaikan makalah ini.
Adapun tujuan disusunnya makalah ini adalah sebagai salah satu tugas yang harus ditempuh oleh setiap mahasiswa/mahasiswi
dalam melaksanakan studi di tingkat perkuliahan semester I. Adapun judul yang penyusun buat didalam makalah ini adalah mengenai “ Urgensitas Studi Al’Qur’an “.
Dalam proses penyusunan makalah ini,
penyusun banyak mendapatkan bantuan, dukungan, serta do’a dari berbagai pihak,
oleh karena itu kami mengucapkan terima kasih dengan penuh rasa hormat kepada
Bapak Ketua IAI HASANUDDIN :
Umar Faizi,
M.Pd.I dan Dosen
Pengampu “Masykur, M. Pd.I serta rekan-rekan mahasiswa yang turut memberikan
dorongan motivasi, hingga terselesaikannya makalah ini.
Sangatlah disadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan didalam
penyusunannya dan jauh dari kesempurnaan, untuk itu penyusun mengharapkan
masukan baik saran maupun kritik yang kiranya dapat membangun dari para
pembaca. Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kami khususnya dan bagi kita semua.
Pare, 03 Oktober 2023
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR.. ......................................................................................... ii
DAFTAR
ISI......................................................................................................... iii
BAB
I PENDAHULUAN..................................................................................... 1
A.
LATAR BELAKANG MASALAH............................................................. 1
B.
RUMUSAN MASALAH.. ............................................................................ 1
C.
TUJUAN MASALAH.. ................................................................................. 2
BAB
II PEMBAHASAN
A. Pengertian Al Qur’an………………………………........................................ 3
B. Perbedaannya
dengan wahyu
yang lain (Hadits
Nabi, Hadits
Qudsi)…........... 4
C. Fungsi dan Peranan Al Qur’an………………………………........................... 7
D. Bagaimana memahami Al- Qur’an (secara tekstual dan
kontekstual)............... 8
BAB III KESIMPULAN
A. KESIMPULAN. .............................................................................................. 12
DAFTAR RUJUKAN. ......................................................................................... 14
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar
Belakang
Al-Qur’an
merupakan pedoman pertama dan utama bagi umat Islam. al- Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab, namun yang menjadi masalah
dan pangkal perbedaan adalah kapasitas manusia yang
sangat terbatas dalam memahami al- Qur’an. Karena pada kenyataannya tidak semua yang pandai bahasa Arab, sekalipun orang Arab sendiri,mampu memahami
dan menangkap pesan Ilahi yang terkandung di dalam al-Qur’an secara
sempurna. Terlebih orang ajam (non-Arab). Bahkan sebagian para sahabat nabi, dan
tabi’in yang tergolong lebih dekat kepada masa nabi, masih ada yang keliru
menangkap pesan al-Qur’an.
Kesulitan-kesulitan itu menyadarkan para sahabat dan ulama
generasi berikutnya akan kelangsungan
dalam memahami al-Qur’an. Mereka merasa perlu
membuat rambu-rambu dalam memahami al-Qur’an. Terlebih lagi penyebaran Islam semakin meluas, dan kebutuhan
pada pemahaman al-Qur’an menjadi sangat mendesak. Hasil jerih payah para ulama
itu menghasilkan cabang ilmu al-Qur’an yang
sangat banyak. Adanya permasalahan tersebut menjadi urgensi dari ilmu- ilmu al-Qur’an sebagai
sarana menggali pesan Tuhan, serta untuk mendapat
pemahaman yang benar terhadap al-Qur’an.
2.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan
diatas maka permasalahan yang menjadi bahan kajian dalam makalah ini adalah sebagai
berikut :
A. Apa
Pengertian Al Qur’an ?
B. Perbedaannya dengan wahyu yang lain
(Hadits Nabi, Hadits
Qudsi) ?
C. Fungsi
dan Peranan Al Qur’an ?
D. Bagaimana memahami Al- Qur’an (secara tekstual dan
kontekstual) ?
3.
Tujuan
Penulisan Makalah
A. Agar
mengetahui Pengertian Al Qur’an.
B. Agar
mengetahui Perbedaannya
dengan wahyu
yang lain (Hadits
Nabi, Hadits
Qudsi.
C. Agar
mengetahui Fungsi dan Peranan Al Qur’an.
D. Bagaimana memahami Al- Qur’an (secara tekstual dan
kontekstual).
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Al Qur’an
Kata
al-Qur'an berasal dari bahasa Arab
merupakan akar kata dari qara’a (membaca).
Pendapat lain bahwa lafal al-Quran
yang berasal dari akar kata qara'a juga memiliki
arti al-jam'u (mengumpulkan
dan menghimpun). Jadi lafal qur’an dan
qira'ah memiliki arti menghimpun dan mengumpulkan sebagian
huruf-huruf dan kata-kata yang satu dengan yang lainnya.[1]
Pengertian al-Qur’an
menurut Quraish Shihab secara harfiah
berarti bacaan sempurna[2], al-Qur’an berarti
bacaan atau yang dibaca. Makna al-Qur’an
seperti yang terdapat dalam
Terjemahannya “Sesungguhnya Kami yang akan membacakannya, maka ikutilah bacaannya
itu. Apabila Kami telah selesai
membacakannya, maka ikutilah
bacaannya itu”[3]
Dalam ayat tersebut bacaan
merujuk kepada al-Qur’an. Adapun secara terminologi, al-Qur’an
didefinisikan menurut para ulama[4] sebagai berikut:
1.
Muhammad ‘Abd al-Azim al-Zarqani memberikan pengertian sebagai
berikut:
Artinya:
al-Qur’an adalah firman Allah Swt
atau kalamuallah, yang mengandung mukjizat, yang diturunkan kepada
Nabi Muhammad saw, yang tertulis
dalam mushaf, diriwayatkan secara mutawatir yang merupakan ibadah bagi yang membacanya.
2. Imam Jalal al-Din al-Suyuthi mengemukakan definisi al-Qur’an
ialah firman Allah swt. yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. sebagai
mukjizat, walaupun hanya dengan satu surah dari padanya.
3. Mardan
mendefinisikan al-Qur’an yang lebih luas, ia mendefinisikan al- Qur’an yaitu firman Allah swt. yang mengandung mukjizat, yang diturunkan kepada penutup para nabi dan Rasul dengan perantara malaikat
Jibril as., yang tertulis dalam mushaf disampaikan secara mutawatir yang
dianggap sebagai ibadah bagi yang membacanya, yang dimulai dengan surah al-Fatihah
dan ditutup dengan surah al-Nas.
4. Muhammad
‘Abd al-Rahim mengemukakan bahwa al-Qur’an adalah kitab samawi yang diwahyukan Allah Swt. kepada Rasul-Nya, Muhammad
saw. penutup para nabi dan rasul
melalui perantaraan Jibril yang disampaikan kepada
generasi berikutnya secara mutawatir (tidak diragukan), dianggap ibadah bagi orang yang membacanya.
Berdasarkan definisi
tersebut diperoleh unsur-unsur penting yang tercakup
definisi al-Qur’an yaitu:
1. Firman Allah
swt. yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
saw.
2. Diturunkan melalui
perantaraan malaikat Jibril as.
3. Berbahasa Arab.
4. Diterima secara
mutawatir.
5. Ditulis dalam sebuah mushaf.
6. Membacanya bernilai
ibadah.
7.
Sebagai
bentuk peringatan, petunjuk,
tuntunan, dan hukum yang digunakan
umat manusia untuk sebagai pedoman
untuk menggapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.
B. Perbedaan Al Qur’an dengan wahyu
yang lain ( Hadits Qudsi dan Hadis Nabi )
Para Muhādis\īn dalam memahami pengertian hadis Qudsi
membedakan dalam memahami pengertian
hadis atau sunah Nabi pada umumnya.
Hadis Qudsi disebut pula sebagai hadis Ilahiy
atau Rabaniy, yakni sebuah hadis yang sama halnya
seperti hadis Nabi, tetapi dimana keduanya secara subtansi (kandungan maknanya) berbeda dari asal sumbernya. Hadis Qudsi maknanya bersumber dari Allah swt, sedangkan hadis atau sunah pada umumnya bersumber
dari Nabi sendiri baik lafal maupun
maknanya. Namun keduanya ketika disampaikan kepada audien (umat)
dilafalkan persis secara verbal oleh Nabi saw.
Namun ulama hadis ketika hadis
Qudsi pemaknaannya dipersamakan dengan al-Qur’an secara utuh mereka
menyatakan menolak dan dengan memberikan unsur-unsur perbedaan antara keduanya. Demikian pula jika hadis
Qudsi dipersamakan dengan hadis
nabawi atau hadis Nabi pada umumnya mereka pun menolak, dan mereka memberi alasan-alasan atas perbedaannya. Kemudian
ketika hadis Qudsi diteliti melalui kritik hadis maka para ulama hadis, menemukan
sebagian hadis-hadis Qudsi ada yang diklasifikasikan sebagai hadis yang palsu (d}a’if).
Hadis sahih yang benar-benar bersumber dari Nabi,
adalah hadis yang
telah diteliti dan dievaluasi melalui sebuah kaidah-kaidah yang telah dibuat oleh para ulama hadis dan dituangkan dalam sebuah pengetahuan (‘ulumul hadîś). Ilmu ini bekerja
secara maksimal agar supaya tidak ada percampuran perkataan Nabi Muhammad saw,
dengan laninnya. Juga untuk membedakan mana hadis yang sahih dan mana yang palsu. Dalam
menentukan Sahih dan lemahnya sebuah
hadis dapat ditentukan melalui kritik sanad dan kritik matan.
Dua unsur ini sejak dahulu sampai sekarangSubkhi Shaleh, dalam bukunya, “’Ulum al-Hadits wa Mus}t}alahuhu”
menjelaskan tentang
ketidaksamaan dalam pemaknaan antara hadis Qudsi dengan hadis Nabi pada umumnya. Tetapi para ulama hadis
membedakan antara hadis Qudsi dengan
al-Qur’an baik perbedaan itu dari segi susunan
maknanya maupun jumlah dalam karakter kalimat maupun kata-katanya. Hadis
Qudsi disebut pula hadis al-Ilahiy atau
al-Rabaniy, yakni sebuah hadis
yang sama halnya seperti hadis Nabi, tetapi dimana keduanya secara subtansi
(kandungan maknanya) berbeda dari asal sumbernya. Hadis Qudsi maknanya bersumber dari Allah swt, sedangkan hadis atau
sunah pada umumnya bersumber dari
Nabi sendiri. Namun keduanya ketika disampaikan
kepada audien (umat) dilafalkan persis secara verbal oleh Nabi saw (Subkhi Shaleh, 1978: 11-13).[5]
Ada beberapa
perbedaan antara al-Qur’an dengan hadis
Qudsi, dan
yang terpenting adalah sebagai berikut :
1.
Al-Qur’an hanya dinisbatkan kepada Allah,
sehingga dikatakan Allah Taala
berfirman. Adapun hadis Qudsi, seperti
telah dijelaskan di atas, terkadang diriwayatkan dengan
disandarkan kepada Allah, sehingga
nisbah hadis Qudsi itu kepada Allah adalah nisbah dibuatkan. Maka dikatakan, Allah telah berfirman atau Allah berfirman. Dan, terkadang pula
diriwayatkan dengan disandarkan kepada
Rasulullah saw., tetapi nisbahnya adalah nisbah kabar, karena Nabi menyampaikan hadis itu dari
Allah. Maka, dikatakan Rasulullah
saw. mengatakan apa yang diriwayatkan dari Tuhannya. Seperti :
قال رسول الله صلي الله عليه وسلم فيما يرويه عن ربه عز وجل.
قال الله تعالى، فيما رواه عنه رسول الله صلي الله عليه وسلم .
2.
Seluruh isi al-Qur’an dinukil secara mutawatir, sehingga kepastiannya mutlak.
Adapun hadis-hadis Qudsi kebanyakan adalah
kabar ahad, sehingga
kepastiannya masih merupakan
dugaan. Adakalanya hadis itu sahih, hasan,
dan daif.
3.
Al-Qur’an dari Allah, baik lafal maupun maknanya. Hadis Qudsi (masih diperdebatkan oleh para ulama).
Ada yang berpendapat maknanya dari Allah dan lafalnya
dari Rasulullah saw. Hadis Qudsi ialah wahyu
dalam makna, tetapi
bukan dalam lafal.
Oleh sebab itu, menurut sebagian besar ahli hadis,
diperbolehkan meriwayatkan hadis Qudsi dengan maknanya
saja.
4.
Membaca al-Qur’an
merupakan ibadah, karena itu ia dibaca dalam salat.
Maka, bacalah apa yang mudah bagimu dalam al-Qur’an
itu.” (Al- Muzamil: 20).
Nilai ibadah membaca al-Qur’an
juga terdapat dalam hadis, “Barang
siapa membaca satu huruf dari al-Qur’an, dia akan
memperoleh satu kebaikan. Dan,
kebaikan itu akan dibalas sepuluh kali lipat.
Aku tidak mengatakan alif laam miim itu satu huruf. Tetapi alif satu huruf, laam satu huruf, dan
miim satu huruf.” (HR Tirmizi dan Ibnu
Mas’ud).Adapun hadis Qudsi tidak disuruh membacanya dalam salat. Allah memberikan pahala membaca hadis Qudsi secara
umum saja. Maka, membaca hadis Qudsi tidak akan memperoleh pahala seperti yang disebutkan dalam hadis
mengenai membaca al- Qur’an bahwa pada setiap huruf mendapatkan sepuluh kebaikan.
C.
Fungsi
Al Qur’an
Al-Qur’an adalah
dokumen untuk umat manusia. Bahkan kita ini sendiri menamakan dirinya petunjuk
bagi manusia. Allah SWT berfirman Dalam QS: Al-Baqarah [2]: 185 & 2:
ذَلِكَ الْكِتَابُ
لاَ رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِلْمُتَّقِيْنَ ﴿۲﴾
“kitab(Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan pada isinya,
petunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa”. (QS: Al-Baqarah [2]:
2).[6]
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ ﴿۱٨۵﴾
“(Beberapa
hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya
diturunkan (permulaan) Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan
penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan
yang bathil). Karena itu, barang siapa di antara kamu hadir (di negeri tempat
tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barang
siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya
berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.
Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan
hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah
atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (QS: Al-Baqarah [2]:
185).
Ayat tersebut mengisyaratkan bahwa Al-Qur’an adalah petunjuk
yang didesain sedemikian rupa sehingga jelas bagi umat manusia dengan petunjuk
itu manusia bisa membedakan mana yang hak dan bathil. Inilah sesungguhnya
fungsi Al-Qur’an, yaitu sebagai pedoman hidup umat manusia. Karena itu bila
Al-Qur’an dipelajari dengan benar dan sungguh-sungguh maka isi kandungannya
akan membantu Kita menemukan nilai-nilai yang dapat dijadikan pedoman untuk
menyelesaikan berbagai problem hidup.
Adapun fungsi Al-Qur’an yang lainnya adalah:
1.
Pengganti kedudukan kitab suci sebelumnya yang pernah
diturunkan Allah SWT.
2.
Tuntunan serta hukum untuk menempuh
kehidupan.
3.
Menjelaskan masalah-masalah yang pernah
diperselisihkan oleh umat terdahulu.
4.
Sebagai Obat penawar (syifa’) bagi segala
macam penyakit, baik penyakit rohani maupun jasmani.
5.
Sebagai pembenar kitab-kitab suci sebelumnya, yakni Taurat,
Zabur, dan Injil.
6.
Sebagai pembanding atau pembeda (Furqan) antara
yang haq dan bathil.
7.
Sebagai Mukjizat bagi Rasulullah SAW yang bertujuan untuk
melemahkan musuh-musuh Allah dan Rasul-Nya yang meragukan kenabian dan
kerasulan-Nya.
D. Bagaimana memahami Al- Qur’an
(secara tekstual dan kontekstual)
A.
Pendekatan Secara Tekstual
Teks merupakan fiksasi atau
pelembagaan sebuah wacana lisan dalam bentuk tulisan. Penggunaan kata teks pada al-Qur‟an
secara sderhana dapat dipahami sebagai tulisan yang telah sampai kepada
kita sebagai pembaca; baca mushaf.
Permasalahan lebih lanjut adalah
bahwa teks atau kalam Allah tidak terbatas pada firman yang telah terekam
dan tertulis dalam mushaf saja, melainkan alam raya ini
juga merupakan tanda yang jika ditelusuri akan menunjukkan
adanya realitas lain yang tidak hadir[7], Sebagaimana yang dikatakan Paul Ricoeur, bahwa teks2 adalah wacana (discourse)[8]
yang disusun dalam tulisan.
Dari definisi ini, penyusunan (fiksasi)
tulisan bersifat konstitusi terhadap teks itu sendiri. Pendekatan tekstual dalam studi Tafsir merupakan
suatu usaha dalam memahami makna tekstual dari ayat-ayat Alquran.
Pada pendekatan tekstual,
praktik tafsir lebih berorientasi pada teks dalam dirinya. Kontekstualitas suatu teks lebih dilihat sebagai posisi suatu wacana internalnya
atau intra-teks. Bahkan pendekatan tekstual cenderung menggunakan
analisis yang bergerak
dari refleksi (teks) kepraksis (konteks) yaitu memfokuskan pembahasan pada
gramatikal-tekstual.
Praksis yang menjadi muaranya adalah lebih bersifat kearaban, sehingga pengalaman
sejarah dan budaya
di mana penafsir dengan audiennya
sama sekali tidak punya peran.
Teori ini didukung oleh argumentasi bahwa Alquran sebagai
sebuah teks suci telah sempurna
pada dirinya sendiri.
Pendekatan dari realitas
ke teks dalam studi Alquran
menjadi sebuah keniscayaan dalam upaya integrasi
keilmuan.[9] Terdapat
pandangan yang lebih maju dalam
konteks ini, yaitu bahwa dalam memahami
suatu teks, seseorang harus melacak
konteks penggunaannya pada masa
di mana teks itu muncul.
Sebagaimana Ahsin Muhammad menegaskan bahwa kontekstualisasi pemahaman Alquran merupakan upaya penafsir dalam
memahami ayat Alquran
bukan melalui harfiah
teks, tapi dari konteks
dengan melihat faktor-faktor lain, misalnya situasi
dan kondisi di mana ayat Alquran
diturunkan. Seperti misalnya
pengetahuan tentang Gender
di dalam al- Quran, seperti yang
diungkapkan oleh Masripah ‚The arguments
that we see in the Quran and Sunnah generally applicable to both men and women, except
for the distinction with her feminine
nature
backgrounds: in the household, one male and one female.‛ Oleh karenanya, seorang penafsir harus memiliki pemikiran
yang luas, misalnya mengetahui hukum Islam secara rinci, mengetahui kondisi pada waktu hukum itu ditetapkan, mengetahui
alasan dari suatu hukum yang ditetapkan, dan sebagainya.[10]
B.
Pendekatan secara Konstekstual
Perlu diketahui terlebih dahulu apa maksud dari konteks itu sendiri. Konteks
adalah situasi yang di dalamnya
suatu peristiwa terjadi, atau situasi yang menyertai munculnya sebuah teks; sedangkan
kontekstual
artinya berkaitan dengan konteks tertentu. Terminologi kontekstual sendiri memiliki beberapa definisi yang menurut Noeng Muhadjir, setidaknya terdapat tiga pengertian
berbeda, yaitu: 1) berbagai usaha untuk memahami
makna dalam rangka
mengantisipasi problem-problem sekarang yang biasanya
muncul; 2) makna
yang melihat relevansi
masa lalu, sekarang
dan akan datang;
di mana sesuatu akan dilihat
dari titik sejarah
lampau, makna fungsional sekarang, dan prediksi makna yang relevan di masa yang akan datang; dan 3) memperlihatkan keterhubungan antara pusat (central) dan pinggiran (periphery)[11], dalam arti yang sentral adalah teks
Alquran dan yang periferi adalah terapannya. Selain itu, arti periferi ini, juga mengandung arti menundukkan Alquran
sebagai sentral moralitas. Pendekatan kontekstual yang dimaksud disini adalah pendekatan yang mencoba menafsirkan Alquran berdasarkan pertimbangan analisis bahasa, latar belakang sejarah, sosiologi, dan antropologi yang berlaku dalam kehidupan masyarakat Arab pra-Islam dan
selama proses wahyu Alquran berlangsung.
Selanjutnya, penggalian prinsip- prinsip
moral yang terkandung dalam berbagai pendekatan. Secara substansial, pendekatan kontekstual ini berkaitan
dengan pendekatan hermeneutika, yang merupakan bagian di antara pendekatan penafsiran teks yang berangkat dari kajian bahasa,
sejarah, sosiologi, dan
filosofis.[12]
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Bertumpu
pada pemasalahan dan penjelasan di atas dapat
disimpulkan bahwa :
1. Definisi definisi al-Qur’an yaitu:
a) Firman Allah
swt. yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
saw.
b) Diturunkan melalui
perantaraan malaikat Jibril as.
c) Berbahasa Arab.
d) Diterima secara
mutawatir.
e) Ditulis dalam sebuah mushaf.
f) Membacanya bernilai
ibadah.
g) Sebagai bentuk peringatan, petunjuk,
tuntunan, dan hukum yang digunakan
umat manusia untuk sebagai pedoman
untuk menggapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.
2. Perbedaan
hadis Qudsi dengan al-Qur’an baik perbedaan
itu dari segi susunan maknanya maupun
jumlah dalam karakter kalimat maupun kata-katanya. Hadis Qudsi disebut pula
hadis al-Ilahiy atau al-Rabaniy, yakni sebuah hadis
yang sama halnya seperti hadis Nabi, tetapi dimana keduanya secara subtansi
(kandungan maknanya) berbeda dari asal sumbernya. Hadis Qudsi maknanya bersumber dari Allah swt, sedangkan hadis atau
sunah pada umumnya bersumber dari
Nabi sendiri.
3.
Adapun fungsi Al-Qur’an yang lainnya adalah:
a)
Pengganti kedudukan kitab suci sebelumnya yang pernah
diturunkan Allah SWT.
b)
Tuntunan serta hukum untuk menempuh
kehidupan.
c)
Menjelaskan masalah-masalah yang pernah
diperselisihkan oleh umat terdahulu.
d)
Sebagai Obat penawar (syifa’) bagi segala
macam penyakit, baik penyakit rohani maupun jasmani.
e)
Sebagai Mukjizat bagi Rasulullah SAW yang bertujuan untuk
melemahkan musuh-musuh Allah dan Rasul-Nya yang meragukan kenabian dan
kerasulan-Nya.
4.
Pendekatan Tekstual merupakan suatu
pendekatan yang berdasarkan studi Tafsir dalam usaha memahami makna tekstual dari ayat-ayat Alquran sedangkan Pendekatan Konstekstual pemahaman Alquran
merupakan upaya penafsir
dalam memahami ayat
Alquran bukan melalui
harfiah teks, tapi dari konteks dengan melihat faktor-faktor lain.
DAFTAR
RUJUKAN
1. Achmad Abubakar, La Ode Ismail
Ahmad, and Yusuf Assagaf, ‘Ulumul
Qur’an : Pisau Analisis
Dalam Menafsirkan Al-Qur’an - Repositori UIN Alauddin Makassar’, Semesta Aksara, 2019.h. 1.
2. Muhammad Quraish Shihab, Wawasan Al Quran: Tafsir Maudhu’i, Cet. VIII (Bandung:
Mizan, 1998). h.3
3. Departemen Agama
Republik Indonesia, Al-Quran Tajwid Dan
Terjemahnya Dilengkapi Dengan Ashabul Nuzul Dan Hadits Sahih (Bandung: Syaamil Quran,
2010). h. 577
4. Ahmad
Abubakar, ‘Modul I Pembelajaran Ulumul Qur’an’, UIN Alauddin
Makassar, 2018, http://www.ulumulquranab.com/2018/11/modul-ulumul-quran.html . Diakses
05 Oktober 2023, Pukul 15.09 Wib.
5. Muhammad Ali al-Subhani, al-Tibyan Fi Ulum Quran, (Bairut: Dar al- Irsyad, 1970), p. 10
6. Departemen Agama Republik
Indonesia, Al-Quran Tajwid Dan
Terjemahnya Dilengkapi Dengan Ashabul Nuzul Dan Hadits Sahih (Bandung: Syaamil Quran,
2010). h.
7. Komarudin Hidayat,
Memahami Bahasa Agama: Sebuah
Kajian Hermeneutik (Jakarta: Paramadina, 1996), 132-135.
8. Komarudin Hidayat,
Memahami Bahasa Agama: Sebuah
Kajian Hermeneutik (Jakarta: Paramadina, 1996), 132-135.
9. Syahrullah Iskandar, “Studi
Alquran Dan Integrasi Keilmuan: Studi Kasus UIN Sunan Gunung Djati Bandung,” Wawasan: Jurnal Ilmiah Agama Dan Sosial Budaya 1, no. 1 (2016): 87.
10. Ahsin Muhammad, “Asbab al-Nuzul
dan Kontekstualisasi Al-Qur‟an”, Makalah, Fakultas
Ushuluddin IAIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta, (1992), 7.
[1] 1 Achmad
Abubakar, La Ode Ismail Ahmad,
and Yusuf Assagaf,
‘Ulumul Qur’an : Pisau Analisis Dalam
Menafsirkan Al-Qur’an - Repositori UIN Alauddin Makassar’, Semesta Aksara, 2019.h. 1.
[2] Muhammad Quraish Shihab, Wawasan Al Quran: Tafsir Maudhu’i, Cet. VIII (Bandung:
Mizan, 1998). h.3
[3] Departemen
Agama Republik Indonesia, Al-Quran Tajwid
Dan Terjemahnya Dilengkapi Dengan Ashabul Nuzul Dan Hadits Sahih (Bandung: Syaamil Quran,
2010). h. 577
[4] Ahmad Abubakar, ‘Modul I Pembelajaran Ulumul Qur’an’, UIN Alauddin
Makassar, 2018, http://www.ulumulquranab.com/2018/11/modul-ulumul-quran.html . Diakses
05 Oktober 2023, Pukul 15.09 Wib.
[5] Muhammad Ali
al-Subhani, al-Tibyan Fi Ulum Quran, (Bairut: Dar al- Irsyad,
1970), p. 10
[6] Departemen
Agama Republik Indonesia, Al-Quran Tajwid
Dan Terjemahnya Dilengkapi Dengan Ashabul Nuzul Dan Hadits Sahih (Bandung: Syaamil Quran,
2010). h.
[7] Komarudin Hidayat, Memahami Bahasa Agama: Sebuah
Kajian Hermeneutik (Jakarta: Paramadina, 1996), 132-135.
[8] Komarudin Hidayat,
Memahami Bahasa Agama: Sebuah
Kajian Hermeneutik (Jakarta: Paramadina, 1996), 132-135.
[9] Syahrullah
Iskandar, “Studi Alquran Dan Integrasi Keilmuan: Studi Kasus UIN Sunan Gunung Djati Bandung,” Wawasan: Jurnal Ilmiah Agama Dan Sosial Budaya 1, no. 1 (2016): 87.
[10] Ahsin Muhammad,
“Asbab al-Nuzul dan Kontekstualisasi Al-Qur‟an”, Makalah, Fakultas
Ushuluddin IAIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta, (1992), 7.
[11] Noeng Muhadjir,
Metodologi Penelitian Kualitatif (Yogyakarta: Rake Sarasin, 2000),
263-264.
[12] Munawir Sjadzali,
“Ijtihad dan Kemaslahatan Umat”, dalam Haidar Bagir dan Syafiq Basri (ed.), Ijtihad dalam
Sorotan (Bandung: Mizan, 1988),
121